Senin, 07 Februari 2011

Planet Saturnus

| |

SATURNUS adalah planet keenam dalam tata surya dan merupakan planet terjauh yang telah dikenal manusia sebelum ditemukannya teleskop. Cahayanya yang terang di kelamnya langit malam memudahkan mata manusia untuk mengenalinya.
Dalam legenda Romawi, Saturnus merupakan Dewa Kemakmuran. Dalam legenda Yunani disebut Cronus atau Kronos. Saturnus adalah anak dari Uranus dan Ayah dari pimpinan para Dewa (Zeus). Kata Saturnus merupakan akar dari nama hari ketujuh, Saturday.
Jika planet Mars dikenal oleh astrolog sebagai Dewa Perang dan planet lambang agresivitas dan kekejaman, maka Saturnus dikenal sebagai planet kematian dan kehancuran. Seperti halnya Mars, Saturnus juga menunjukkan gerak balik (retrograde) setiap menjelang oposisi yang menjadi tanda tanya besar dalam konsep geosentris. Saturnus beroposisi sekitar 1 tahun 12 hari sekali, berarti lebih cepat dibandingkan dengan Mars. Hal ini bisa dimengerti karena dari Bumi jarak Saturnus lebih jauh dibandingkan dengan Mars.
Keberadaan cincin yang mengelilinginya menjadikan Saturnus sebagai planet yang terindah dan termegah dibandingkan dengan delapan planet lainnya. Keberadaan cincin itu baru diketahui setelah Galileo mengarahkan teleskopnya dengan pembesaran 20 kali ke Saturnus. Dengan berbekal teleskop kecil ataupun binokuler, keberadaan cincin raksasa tersebut dapat dilihat.
Dengan diameter ekuator 120.536 km (9,5 kali dari ekuator Bumi), Saturnus merupakan planet terbesar kedua setelah Yupiter. Namun, diameter kutubnya 10 persen lebih kecil. Hal ini disebabkan komposisi Saturnus didominasi oleh gas (hidrogen, helium, metana, dan amonia) dan berotasi cukup cepat, kurang dari 11 jam. Bandingkan dengan Bumi yang lebih kecil dan memerlukan waktu sekitar 24 jam untuk berotasi.
Massa jenis Saturnus (0,7) juga lebih kecil dibandingkan dengan air, sehingga jika Saturnus diletakkan di tempayan air raksasa, maka Planet Saturnus akan terapung. Awan Saturnus, seperti halnya Jupiter, berotasi dengan kecepatan yang berbeda-beda bergantung dari posisi lintangnya. Di daerah ekuator rotasi awan sekitar 10 jam 14 menit. Saturnus juga mempunyai spot raksasa, seperti red spot di Jupiter, yang dikenal sebagai Great White Spot. Hanya saja penampakan spot raksasa tersebut hanya dijumpai sekitar 30 tahun sekali. Terakhir kali teramati terjadi pada bulan September 1990.
Perubahan Cincin Saturnus Bingungkan Ilmuwan
Cincin Saturnus merupakan daya tarik tersendiri bagi pengamat. Cincin Saturnus dapat dikelompokkan menjadi tujuh lapis, namun pengamat dari Bumi hanya dapat mengenali tiga lapisan cincin yang mengelilingi Saturnus.
Ketiga cincin itu (dari luar ke dalam) umumnya disebut sebagai cincin, A, B, dan C. Di samping tiga lapis cincin, juga terdapat dua daerah pembatas gelap yang disebut sebagai Encke Division dan Cassini Division. Encke Division berada dalam cincin A, sedangkan Cassini Division yang lebih lebar memisahkan antara cincin A dan cincin B.
Cincin Saturnus sangat lebar. Bisa dibayangkan betapa lebarnya cincin Saturnus, cincin A dan B-nya saja sekitar 14.600 km dan 25.500 km yang berarti jauh lebih besar dibandingkan dengan diameter Bumi yang hanya 12.756 km. Meski begitu, cincin itu sangat tipis sehingga jika Saturnus dalam posisi edge on pada arah pandang kita, maka keberadaan cincin tersebut hampir tidak teramati. Cincin itu tampak seperti lembaran padat yang terbentuk dari jutaan potongan es yang mendesing mengelilingi planet dengan kecepatan tinggi.
Observasi baru yang dilakukan wahana ruang angkasa Cassini menunjukkan bahwa cincin-cincin elok yang menjadi ciri Planet Saturnus dan membuat takjub para astronom sejak jaman Galileo telah mengalami perubahan dramatis dalam 25 tahun terakhir ini.
Diantara temuan yang paling mengejutkan adalah adanya bagian cincin-cincin terdalam Saturnus yang berangsur meredup dibanding ketika wahana Voyager pertama kali mendekatinya tahun 1981. Selain itu bagian-bagian cincin ini sepertinya bergerak ke dalam sejauh 200 kilometer mendekati Saturnus.
Hingga saat ini para peneliti masih mencari tahu apa yang menyebabkan perubahan-perubahan tersebut. Salah satu yang mereka khawatirkan adalah cincin Saturnus berangsur-angsur akan hilang.
“Saya tidak mengatakan cincin-cincin Saturnus akan hilang dalam waktu dekat. Namun gejala ini memberi tahu kita bahwa cincin Saturnus berevolusi dan sejauh mana mereka bertahan,” kata ilmuwan Linda Spilker.
Spilker bersama para peneliti lain mendiskusikan temuan-temuan Cassini dalam suatu pertemuan divisi ilmu-ilmu perplanetan American Astronomical Society di Cambridge, Inggris.
Para peneliti tertarik pada cincin Saturnus karena cincin ini merupakan model piringan debu dan gas yang dahulu pernah mengelilingi Matahari. Dengan mempelajarinya, para peneliti berharap bisa mendapatkan petunjuk mengenai bagimana planet-planet terbentuk dari piringan itu 4,5 milyar tahun lalu.
Penelitian cincin Saturnus dilakukan menggunakan wahana tanpa awak Cassini yang saat ini berada di sekitar planet tersebut. Misi Cassini yang bernilai 3,3 milyar dollar didanai oleh NASA beserta Badan Antariksa Eropa dan Italia.
Gelombang Terlihat di Cincin Saturnus
Foto-foto terbaru yang diambil wahana ruang angkasa Cassini kembali memperlihatkan pola kusut yang berombak pada salah satu cincin Planet Saturnus dan adanya debu-debu cincin yang ditarik oleh salah satu bulan planet itu. Pola bergelombang terlihat jelas dibanding foto sebelumnya, dan pengambilan materi cincin tertangkap lebih nyata.
Fenomena di samping diduga keras disebabkan oleh bulan Saturnus yang bernama Prometheus.
Seperti diketahui, material di cincin Saturnus berupa es dan batu seukuran debu hingga sebesar gunung mengorbit planet itu dalam jalur datar yang terpisah-pisah menjadi beberapa cincin. Di cincin F, gaya tarik Prometheus diduga menyebabkan sebagian material tersedot sehingga jalur cincin menjadi bergelombang. Dugaan para ilmuwan itu kini diperkuat dengan adanya foto yang memperlihatkan jalur samar-samar material yang bergerak dari cincin F ke arah Prometheus akibat gaya tarik bulan tersebut. Bulan berbentuk kentang ini berukuran hanya sekitar 102 kilometer, namun gaya tariknya cukup untuk mengacaukan jalur cincin F.
Kejadian di atas bukanlah pertama kalinya Prometheus mencuri sesuatu. Dalam mitologi Yunani, Prometheus diceritakan mencuri api dari para Dewa dan memberikannya pada kematian.
Kekusutan jalur di cincin F terlihat jelas dalam suatu animasi 44 gambar yang diambil dengan selang waktu 3 menit. Cincin-cincin terlihat miring karena wahana bergerak ke selatan dan menjauh dari planet selama dua jam sesi pemotretan.
Titan hanyalah satu dari 18 satelit milik Saturnus yang ditemukan oleh astronom berkebangsaan Belanda, Christian Huygens, pada tahun 1655. Huygens juga yang kemudian menemukan cincin planet ini, suatu penampakan yang juga pernah diamati oleh Galileo Galilei dan dipahaminya sebagai bentuk dari planet Saturnus. Selain sebagai satelit Saturnus yang terbesar, dengan diameter 5150 kilometer satelit ini lebih besar daripada planet Merkurius dan Pluto, yang membuatnya menarik adalah keberadaan atmosfer di angkasanya. Sebenarnya bukan hanya Titan, satelit alami yang memiliki selubung gas. Selain satelit Saturnus ini masih ada Io dan Triton, salah satu satelit Jupiter dan Neptunus, yang juga memiliki atmosfer. Bedanya, atmosfer Io yang terdiri atas sulfur bersifat tidak stabil. Atmosfer ini dihasilkan secara sporadis dari aktifitas gunung berapi yang terdapat di sana. Sedangkan atmosfer Triton, meskipun hasil penelitian mengungkap kemungkinan keberadaan atmosfer nitrogen tipis, masih kurang kompleks bila dibandingkan dengan atmosfer Titan.
Pengamatan visual terhadap Titan pada tahun 1908 oleh Jose Comas Sola melalui efek penggelapan tepi, mengindikasikan keberadaan atmosfer yang rapat di angkasa satelit ini. Efek penggelapan tepi adalah pengurangan intensitas cahaya yang berasal dari suatu sumber. Intensitas cahaya tersebut semakin berkurang ke arah tepi dengan intensitas terbesarnya terdapat di pusat piringan. Karena satelit seperti halnya planet adalah benda gelap alias tidak memancarkan sinar sendiri seperti bintang-bintang, berarti cahayanya yang sampai ke mata kita adalah pantulan sinar Matahari. Dari spektrum inframerah-dekat, pada tahun 1944 astronom Amerika kelahiran Belanda, Gerard Kuiper, mengidentifikasi adanya senyawa metana di atmosfer Titan. Berikutnya, di permulaan tahun 1970, Lewis menyatakan kemungkinan keberadaan nitrogen berdasarkan model termokimia.
Saat pesawat ruang angkasa Voyager I mendekati Titan pada tahun 1980, permukaan satelit ini tidak dapat diamati karena tebal dan rapatnya lapisan awan. Awan yang mencapai ketebalan 40 kilometer ini menyelimuti seluruh permukaan Titan. Meskipun demikian, Voyager I berhasil memberikan informasi tentang temperatur, profil tekanan, dan komposisi atmosfer. Informasi yang diperoleh menunjukkan bahwa atmosfer Titan didominasi oleh nitrogen juga diidentifikasi kehadiran hidrokarbon dalam jumlah yang signifikan. Berada di bawah kondisi hujan radiasi ultraviolet dari Matahari dan sinar kosmik berenergi tinggi serta bombardir elektron dari magnetosfer planet induk, di atmosfer satelit Saturnus ini akan berlangsung reaksi fotokimia seperti yang dulu pernah terjadi di atmosfer Bumi masa purba. Sebagai hasil proses fotokimia di atas adalah hadirnya molekul-molekul kompleks di atmosfer Titan yang masih terus berevolusi. Kondisi atmosfer seperti ini analog dengan yang dulu pernah terjadi di atmosfer Bumi sebelum munculnya kehidupan. Karena alasan inilah di samping alasan lain, yakni diindikasikannya kandungan hidrokarbon cair berupa danau metana dan etana pada temperatur 200º C di permukaan, Titan menjadi target misi ruang angkasa ambisius NASA dan ESA yang pernah ada.

0 komentar:

Posting Komentar

Zodiac Clock

Postingan Populer

Páginas

Mengenai Saya

Foto saya
percaya bahwa TUHAN akan membantu kita,ketika kita sedang susah

Seguidores

Diberdayakan oleh Blogger.
 

Designed by: Compartidísimo
Images by: DeliciousScraps©